Saya baru pertama kali merasakan susahnya menyapih (membuat anak berhenti menyusu ASI) dengan anak kedua. Dulu waktu anak pertama gak pake drama karena:

  1. Berhenti ASI total untuk babyAm waktu dia berumur 12 bulan, karena hamil anak kedua.
  2. Anaknya cuek, gak dramatis..gak dapat ASI lagi, oh ya sudah..dia langsung move on.
  3. Move on ke susu formula (sufor) sangat gampang, karena memang dari umur 5 bulan kalau siang minum sufor, malam baru ASI disusui langsung (waktu itu saya masih kerja kantoran, dan produksi ASI menyusut dengan sendirinya sehingga dipompa pun tak keluar lagi).

Sekarang dengan Deisyah, saya baru ngerti perjuangan emak-emak yang suka update status di FB tentang bagaimana ribetnya nyari akal supaya bocahnya berhenti menyusu. My struggle gets real because this little girl is a naturally dramatic toddler 😀

Deisyah menginjak usia 2 tahun bulan ini, dan alhamdulillah pas waktu dia ultah, saya berhasil menyapih seutuhnya. Perjuangan nyapih sebenarnya sudah dimulai sejak umur 21 bulan, 3 bulan sebelum kami pindah ke Makassar. Waktu itu mikirnya: kayanya enak nanti pas udah pindah tinggal sendiri, anaknya udah gak nyusuin lagi. Jadi waktu masih di Jakarta, kampung halaman suami, di mana banyak saudara dan juga tukang jamu keliling yang ramah-ramah yang mau direpotin untuk cari brotowali, saya mulai menyicil nyapih. Tips buat Ibu-Ibu yang mau nyapih, pilihlah brotowali batangan (emangnya coklat :p) karena air rebusannya lebih pahit. Tukang jamu itu biasanya punya brotowali yang sudah dalam bentuk jamu cair, tapi by request bisa minta juga batang brotowali yang masih segar. Nanti batangnya direndam air (gak perlu banyak, sampai batangnya terendam semua, batangnya pun cukup 1 saja), lalu direbus sampai mendidih, diamkan sampai gak panas lagi, nah air rebusannya tinggal dibasuhkan ke payudara dan biarkan mengering. Rasa airnya itu pahit sangat. Claim dari mbok jamu, brotowali ini aman untuk anak-anak kalau termakan, bahkan bisa membantu mencegah cacingan.

brotowali
Tumbuhan Brotowali

Sesungguhnya, pakai brotowali ini cukup efektif buat Deisyah (buat anak-anak lain belum tentu sih, memang setiap ibu-ibu harus jeli cari tips yang jitu buat bocahnya masing-masing, for mothers know best 😉 #hopefully), tetapi waktu itu kondisi saya adalah nyari brotowali buat repeat order-nya itu yang susah, sedangkan anaknya belum betul-betul berhenti menyusu. Akhirnya kami keburu pindah ke Makassar, dan benar saja di kota baru tanpa sanak saudara ini, tentu saya semakin bingung mau cari tukang jamu yang ramah-ramah pada ngumpul dimana (X_X). Maka beralihlah saya ke: saos sambal #matilahawak. Olesnya sih sedikiiit aja biar anaknya gak terlalu kepedesan, tapi yah kalo pakai sambal mah gak enaknya buat ibunya karena payudara jadi panas kayak dibalsemin. And that was when the drama started..

Begini kira-kira percakapan saya dengan Deisyah setiap dia mau menyusui:

Deisyah (D): tutu (susu)
Ummi (U): gak boleh ya nak..
D: Boleee ummii..
U: tidak ya nak..
D: Bolee ummii, bole yaa..aapaaa tiii yang gak bole aiitaaah? (apa sih yang gak boleh buat Deisyah?)
U: ……
D: Banaaak ummiii (banyak, ummii) -> sambil nyengir, dan pose manis sekali lalu gelayutan anyway #sigh
U: (ngomong dalam hati) nah nyusu deh biar kena sambel, baru tau rasa..hahaha #evilishlaugh
D: huuu haah, pedeess pedeess…pedess ummii..
U: nah pedes kan, ayok minum air putih..
D: ilaap ummii..ilaap (suruh lap sambelnya…..haeh)

Drama sebelum ASI ini berlangsung sekitar 2 bulan, saya tetap menggunakan saos sambal (biarpun selalu disuruh lap) dan disiplin kalau siang sama sekali gak mau kasih ASI dan mulai membiasakan Deisyah minum sufor, baru malam dikasih ASI. Sebulan terakhir menjelang umur 2 tahun, dia sudah mulai terbiasa dan tidak meminta ASI di siang hari, karena mungkin dia pikir pasti rasanya pedas, dan saya pun sudah tidak perlu pakai saos sambal lagi, cukup bilang: gak enak Syah, pedes.. Sekarang tinggal last step: bikin malamnya juga gak ASI lagi. And this was when another drama started…

Hal pertama yang saya coba adalah membuat sufor kalau Deisyah terbangun di malam hari minta ASI. Minggu pertama dicoba hasilnya gagal, karena Deisyah malah marah dan tantrum kalau gak dapat ASI. Akhirnya dicoba tidur terpisah dari saya, tetap gagal karena anaknya jejeritan nyariin saya, dan saya suka cenderung terlalu ngantuk untuk meredam tantrumnya jadi kasih easy solution: tetap nyusuin kalau Deisyah marah. Yang lucu kalau Deisyah lagi marah adalah reaksi berlebihannya dimana dia kembali dramatis sambil sesenggukan bilang, “kenapaa siiih gak boleh, ummii??? Huuuu huu huuuu”. Gimanaaa ummi mau tegaa naak?

Last attempt saya untuk disiplin gak nyusuin kalau malam sebenarnya terjadi tidak disengaja, alhamdulillah saya diberi sakit trigger finger sama Allah dan harus berobat ke dokter ortopedi. Waktu dokter mau kasih obat, beliau tanya apakah saya masih menyusui karena obatnya gak boleh buat ibu menyusui. Nah! Langsung saya bilang sama dokternya “gak apa resepin aja dok, saya lagi nyapih anyway”. Sebenarnya dengan dikasih obat ini, lebih membantu ke saya biar tega sama Deisyah. Yaa mau gimana, saya lagi minum obat dan otomatis saya jadi gak berani nyusuin meskipun anaknya tantrum. Kuncinya adalah tega sedikit, bocah ngerti selamanya. Deisyah akhirnya mengalah pada sufor, dan by the time I write this, saya sudah berhasil nyapih sepenuhnya.

Oiya, tulisan ini sekedar berbagi cerita ya Ibu-Ibu 🙂
Sekali lagi, kisah dan kondisi masing-masing ibu berbeda, dan memang gak bisa disama-samain juga. Kalau ada Ibu-ibu yang gak tegaan dan memutuskan berhenti menyusui ketika anaknya mau berhenti tanpa dipaksa-paksa biarpun sudah lewat dari 2 tahun ya gak apa juga. Atau ada Ibu-ibu yang anaknya memang lebih doyan sufor dan belum 2 tahun sudah disapih? Ya gak apa juga. Saya rasa semua ibu mau yang terbaik untuk anak-anaknya, tapi yang orang suka lupa: terbaik is a relative term 🙂
Terbaik menurut siapa dan terbaik versi yang bagaimana itu balik ke kondisi masing-masing. Jadi mari lebih bijak dalam berbagi cerita, dan be less judgy 😉

⇑⇑
paragraph terakhir curcol..bahaha
boleh diabaikan loh, tapi direnungkan mungkin lebih baik 😉


Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: