Kalau punya anak berkebutuhan khusus (ABK) katanya mesti ekstra sabar. Mmm, ya boleh dibilang begitu, menurut saya: punya anak secara umum memang selayaknya membuat seseorang secara personal belajar sabar, jika ditambah dengan kebutuhan khusus ya ‘sebaiknya‘ jauh lebih sabar. Dulu ketika belum punya anak (dan belum dapat diagnosa ABK anak saya), ketika melihat atau mendengar cerita ortu dengan ABK ya saya cuma bisa bilang: sabar ya. Sekarang saya mengerti ketika orang bilang ‘sabar ya’ ke saya, saya sering otomatis membatin:
Ya kamu gak tau rasanya, bukan anakmu yang begini..
Atau
Ahaha, ya mesti sabar, mau gimana lagi..kamu ga akan ngerti sampai merasakan sendiri.
Kok kayak nyinyir ya? Tapi kadang fikiran seperti itu tak terelakkan ketika kita punya ABK :’)
Pertama dapat diagnosa, gak semua ortu bisa terima. Ada yang cari opini dokter kedua, ketiga, ke-empat, atau bahkan ada yang ke kyai, orang pintar, sampai yang jelas-jelas dukun. Ada yang nangis-nangis tiga hari tiga malam, marah sama dokter, marah sama takdir Tuhan –> ini saya :’) Dan gak jarang: ada yang pergi, tinggalkan anaknya sama neneknya / kakeknya / tantenya, atau malah ditelantarkan. Karena memang sabar bagi ortu dengan ABK gak bisa serta merta didapat, hampir (jika tidak selalu) pasti harus dimulai dengan penyangkalan.
Ketika mulai berkecimpung temani anak saya terapi, saya rasa di situ saya mulai berdamai dengan apa yang sudah Allah takdirkan untuk saya. Bagaimana tidak? Di tempat terapi saya melihat ortu lain yang membawa anaknya yang sudah umur 3 tahun masih harus digendong kemana-mana karena masalah pada ototnya. Atau ortu yang bawa anaknya yang sudah 17 tahun tapi masih suka tantrum, sama sekali tidak menengok dipanggil namanya, karena punya spektrum autisme yang berat. Atau ortu yang bawa anaknya yang sudah 7 tahun tapi belum bisa bicara sama sekali ditambah gak bisa diam karena anaknya hiperaktif. Saya mulai merasa kecil: ternyata kondisi anak saya mah gak ada apa-apanya. Allah memang gak akan bebankan hambanya melampaui kesanggupan mereka. Banyak ortu lain di luar sana dengan ABK mereka yang butuh kesabaran jauh lebih sulit dari yang saya hadapi, yang saya hanya bisa bayangkan perjuangan mereka seperti apa, tanpa bisa saya fahami, karena saya gak merasakannya sendiri. Di situlah muncul rasa syukur, dan syukurlah yang membawa sabar, dan sabarlah yang membuat ortu dengan ABK mampu bertahan :’)
Teman-teman ortu dengan ABK yang mungkin sedang membaca post ini, saya tidak tau di fase mana Anda berada..apakah masih di fase penyangkalan, apakah masih marah dengan takdir, apakah sedang mencari rasa syukur, apakah baru mulai berdamai dengan kenyataan, atau sudah memiliki ABK yang beranjak dewasa dan tentu sudah ada di fase tegar (semoga ya :’) ).. yang jelas saya ingin ingatkan bahwa: Tuhan tidak pernah salah design, tidak pernah salah cipta, tidak pernah salah memberi rezeki. ABK yang kita miliki adalah rezeki, adalah amanah yang harus kita jaga. Yakinlah temanku, jika Tuhan percayakan kita dengan ABK maka Dia juga sudah sediakan kekuatan bagi kita untuk menjaganya baik-baik. Dan kekuatan ini yang harus kita cari dan kita tumbuhkan.
Bagi saya sebagai seorang muslimah, kekuatan ini dicari dengan selalu mencari celah untuk rasa syukur. Dalam Islam, ketika mengalami suatu masalah yang tidak mengenakkan hati pun kita dianjurkan berujar: Alhamdulillaah ‘alaa kulli haal
(segala puji bagi Allah atas segala keadaan).
Syukurilah hal-hal yang paling sederhana sekali pun, lihatlah sekeliling kita: banyak yang lebih berat perjuangannya. Bisa dimulai dari: kita punya anak (dengan segala kebutuhan khususnya), banyak orang lain berjuang untuk memiliki anak atau harus sabar dengan infertilitas. Kita punya anak autisme ringan, ada yang autisme berat, dipeluk ortu sendiri tidak mau. Ketika punya anak dengan autisme berat, bersyukur bisa dibawa terapi, dapat dibawa diagnosis ke dokter, ketika masih banyak ortu lain yang mungkin harus mikir-mikir bayar terapi. Ketika tidak bisa bayar terapi, bersyukur karena masih punya rasa ingin tau dan membaca tentang kebutuhan khusus, berinisiatif untuk terapi di rumah atau mencari yayasan yang peduli dengan anak berkebutuhan khusus dan bisa memberi terapi dengan harga khusus. Ya, sesungguhnya hal se-sederhana rasa ingin tau dan kepedulian pun harus disyukuri! Betapa tidak? Hasil perbincangan saya dengan terapis di klinik tumbuh kembang babyAm, banyak orang tua di daerah terpencil di Sulawesi yang menganggap ABK berarti celaan dari Tuhan, atau ‘orang gila’. Sering dengar berita anak dipasung atau dikurung ortunya, karena ‘gak waras’ atau karena ‘agresif’? Atau karena ‘kesurupan’? ๐ฅ Tidak sepenuhnya salah, tapi bisa jadi dipasung karena ortu juga kurang info mengenai apa itu kebutuhan khusus, dan apa yang harus dilakukan ketika memiliki ABK.
Itulah mengapa saya menulis, karena ingin membantu meningkatkan kepedulian teman-teman ortu di luar sana tentang dunia ABK. Ingin membantu teman-teman ortu dengan ABK menemukan terapi untuk dirinya sendiri sebelum berusaha menolong ABK-nya, dan terapi rasa syukur bisa jadi awal segalanya. Sekali lagi saya ulang: syukur bisa membawa sabar, sabar bisa membuat kuat. Memang ketika membaca tulisan ini akan terbersit: gak semudah itu lah.
Ya, ini pun gak mudah bagi saya, ada banyak proses lika-liku yang dihadapi yang gak semua diceritakan di sini. Tapi memang prosesnya gak semuanya indah, ada saat ketika harus menahan marah waktu dia tantrum, gak sabar ketika babyAm gak bisa-bisa belajar instruksi sederhana, sedih karena belum bisa dimasukkan ke playgroup padahal sudah 4 tahun. Tapi ya lagi dan lagi saya ingatkan diri: banyak ibu lain di luar sana yang perjuangannya lebih berat, saya gak boleh cengeng. Jadi ya, setiap saya ingat, saya selalu mencoba berujar: alhamdulillaah..
Syukur itu tidak mudah, jika sudah didapat..jangan dilepas, karena sesungguhnya ABK kita yang lebih membutuhkannya, ketika kita sabar..kita kuat..kita akan lebih sayang. Dan jangan dikira rasa sayang ini tidak dimengerti ABK ya Ayah-Bunda, mereka mungkin tidak membalas dan membahasakan rasa bahagianya ketika disayang..tapi sebenarnya mereka tau, mereka tau kita sayang :’)
Semangat!