Artikel “A untuk Autisme” ditulis oleh:
Rury Soeriawinata, MSc, MEd, BCBA
Seorang behavior analyst (BCBA)
Ibu dari seorang anak dengan autisme
(Louveciennes, France, 2 April 2021)
website: http://www.rurysoeriawinata.com
ASD (autism spectrum disorder, gangguan spektrum autis) adalah gangguan perkembangan yang dapat menyebabkan anak mengalami gangguan sosial, komunikasi dan hambatan perilaku. Gangguan autisme ini tidak terlihat secara fisik (kecuali komorbid dengan gangguan lain), tetapi individu dengan ASD kesulitan untuk berkomunikasi, berinteraksi, berperilaku dan memiliki cara berpikir atau belajar yang berbeda dengan individu tipikal (normal). ASD adalah spektrum, jadi anak dengan gangguan ASD bervariasi, walau sama-sama terdiagnosa autis tampilan bisa berbeda. Dari individu yang non-vokal tidak berbicara sama sekali dan terlihat jelas ada gangguan perkembangan sampai individu yang tidak ada keterlambatan bahasa secara nyata dan terlihat normal tetapi memiliki masalah sosialisasi atau cara berpikir yang berbeda. Individu ini akan sangat unik, tidak ada satupun individu autis yang sama.

Barangkali ada yang bingung dengan istilah-istilah diagnosa dalam ASD. Autisme dalam definisi sebelumnya (DSM-IV) dikenal istilah Autisme, PDD-NOS dan Asperger. Autisme adalah yang jelas terlihat sementara Asperger yang sering di sebut high functioning autisme, itu tidak terlihat kasat mata. Dia bisa hidup normal, tetapi mungkin orang biasa sering melihat mereka sebagai pribadi yang ‘unik’. PDD-NOS adalah diantara keduanya, atau barangkali terkadang dokter belum berani men-diagnosa antara Autisme atau Asperger, akhirnya memilih PDD-NOS. Tapi itu dulu, definisi yang terbaru (DSM-V) adalah semua dibawah payung ASD, Autism Spectrum Disorder. Definisi diatas itu terkadang juga tidak terlihat jelas, bisa berubah tergantung intervensi yang diberikan pada anak seiring dengan pertambahan usia anak. Jangan-jangan anak yang terdiagnosa autis ringan, dalam range PDD-NOS dan Asperger, akhirnya orangtua terlena akhirnya menjadi lebih berat. ASD ini tidak sama dengan ADD, ADHD atau pun disleksia, walaupun mungkin ada yang komorbid seperti autisme dan ADHD.
Beberapa gejala pada anak dengan ASD saat kecil adalah keterlambatan bicara, tidak bisa menunjuk, biasa menarik tangan orang untuk mendapatkan yang dia inginkan, minim interaksi terhadap orang lain, kesulitan kontak mata, minim memiliki kemampuan bermain, kalaupun ada biasanya mainan yang terstrukur seperti lego, puzzle, balok, dll bukan mainan imajinasi seperti mobil, pesawat, boneka, memiliki repetitive behavior (perilaku berulang khas autisme) atau stimming seperti kepak tangan, suara berulang mengulang bunyi, kata atau kalimat. Untuk individu autisme high functioning memiliki kesulitan dalam komunikasi sosial yang lebih kompleks seperti membina hubungan, ketidak pahaman sistuasi sosial, dll.
Autisme sendiri ada yang terlihat dari lahir, tetapi lebih banyak lagi yang terlihat anak ‘berubah’ di usia 18-24 bulan. Rayhan sendiri terlahir normal dan hangat sejak bayi, dan terkenal sebagai baby Panda, karena semangat minum ASI-nya yang luar biasa. Mamanya pun bukan refrigerator mother, seperti tuduhan yang sering dilontarkan kepada ibu dari anak dengan autisme. Rasanya yang kenal saya tidak pernah bilang saya dingin atau pendiam. Peserta TROL tentu tahu betapa saya memiliki kecepatan berbicara melebihi kecepatan cahaya hehehe. Meleng dikit, pasti hilang tidak tahu apa yang saya omongkan. Apalagi jika saya bersemangat, kecepatan bisa 200 km per jam eh 200 kata per menit, eh tidak benar sih, tapi pasti cepat sekali. Salah asuh juga semoga tidak ya, dua anak saya sebelumnya baik-baik saja.
Rayhan yang normal perlahan berubah di usia mendekati 2 tahun, yang saya sendiri tidak terlalu ingat kapan. Jika saya trace back dari foto-foto sepertinya di usia sekitar 21 bulan, usia dimana dia semakin sulit untuk difoto, ‘sinar mata’nya perlahan hilang. Atau perlu usaha yang keras untuk mengajak dia berfoto dan melakukan kontak mata dengan kita dan tersenyum manis di depan kamera. Karena banyak anak berubah di usia ini, banyak orang yang menghubungkannya dengan vaksin MMR yang diberikan pada bayi usia 18 bulan. Tetapi hasil studi menunjukkan hal ini tidak benar, Rayhan sendiri sebetulnya baru vaksin MMR di usia sekitar 5 tahun setelah sekolah mewajibkan itu.
Hanya ada beberapa perilaku ‘aneh’ yang dia lakukan saat kecil yang saya tidak paham itu adalah gejala autis. Misal sering memanjat dan memainkan barang tidak wajar seperti botol kecap. Jika naik sepeda, dia bukan mengayuh sepeda, tetapi lebih memanjat sepeda, sampai diatas dia akrobat. Kursi dan meja pun dia balik dan dipanjat. Dilain sisi Rayhan bisa bermain puzzle, balok, lego, tetapi itu semua hanya bermain mengikuti pattern tanpa imajinasi. Atau jika tidak ada contoh, balok atau lego hanya disusun ke samping atau ke atas. Dia tidak seperti anak umum yang bisa membentuk suatu benda tanpa contoh gambarnya. Sewaktu kecil, Rayhan sama sekali tidak tertarik bermain dengan mobil-mobilan, pesawat, kereta api, dll.
Malahan awalnya saya pikir dia jenius karena terlihat senang dengan alphabet dan angka serta terlihat bisa membaca (menyusun alphabet untuk kata tertentu bahkan panjang seperti elephant, yellow, train, dll di usia 2th an). Saat kecil dia tergila-gila dengan alphabet, angka dan buku. Awareness-nya terhadap suatu perintah pun sangatlah kurang. Jika dulu ibu-ibu suka kumpul ataupun pengajian. Biasalah ya duduk di karpet dan ada piring-piring makanan. Sulit sekali menyuruh dia untuk tidak berjalan diantara piring-piring. Jika anak lain diingatkan ada makanan di karpet, mereka akan cenderung menghindari, tetapi Rayhan tidak. Dia mau kemana, ya sudah dia kesitu, maju aja terus pantang belok tanpa mengindahkan piring-piring makanan. Tapi anehnya, dia sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki ke piring kue. Saya suka bercanda bahwa di kakinya ada spion hehehe. Rayhan tidak bisa berbicara yang berarti sampai usia lebih sedikit dari 2 tahun, dan akhirnya saya memeriksakan dia ke Prof Hardiono, beliau langsung memberitahu bahwa Rayhan berada di dalam spektrum autisme.
Autisme meningkat di seluruh dunia, belum dipahami mengapa sebabnya, terjadi di semua golongan, ras, etnik, ekonomi, dll. Saat ini menurut CDC Amerika 1 dari 54 anak terdiagnosa berapa di spektrum autis, dibanding tahun 2008 terdapat 1 dibanding 88 anak berada di dalam spektrum autisme. Dengan data ini sudah sewajarnya kita lebih waspada dan mencermati perkembangan anak karena studi membuktikan bahwa terapi yang tepat di usia dini dapat mengurangi gejala autisme. Jangan percaya mitos yang sering beredar di masyarakat misalnya biasa anak laki-laki telat bicara nanti juga lancar sendiri. Faktanya perbandingan anak laki-laki yang terdiagnosa autisme adalah 4 kali dibanding anak perempuan. Mitos lain adalah anak telat bicara karena belum sekolah, nanti juga kalau sekolah bertemu teman dia juga bisa bicara sendiri. Hal ini belum tentu benar. Mungkin benar untuk anak yang hanya speech delay kurang stimulasi, tetapi tidak untuk anak dengan autisme, Anak berkebutuhan khusus (ABK) yang belum siap sekolah tidak akan mengambil manfaat dari sekolah, hanya menghabiskan waktu dan biaya.

Jika anak Anda memiliki gejala diatas atau memiliki keterlambatan bicara, segera periksakan anak Anda ke klinik tumbuh kembang terdekat. Tidak usah menunggu-nunggu, semakin dini semakin baik. Intervensi dini adalah kunci keberhasilan dalam penanganan autisme. Jikapun anak Anda hanya speech delay biasa, tidaklah rugi melakukan intervensi sejak dini. Yang rugi adalah, waktu yang tidak bisa diputar kembali.
“If you’ve met one person with autism, you’ve met one person with autism.” – Dr. Stephen Shore.
Check out other articles and updates on Bu Rury SocMed:
FB grup Rury ABA/VB Untuk Autisma
FB Rury Soeriawinata (penuh), Rury SoeriawinataDua
Youtube Rury ABA/VB
IG @rurysoeria