“Bang, toko keramik ini sebelumnya apa ya? Kayaknya baru nih”, tanya Istri pada Suami. “Mmm, gak tau juga deh”, Suami menjawab sekadarnya sembari mengemudi. Istri yang seorang pemikir dan perenung bergumam, “Bisa gitu ya..”
Istri teringat lingkungan rumahnya di masa kecil. Dia telah lama pindah ke desa karena ikut Suami. Rumah Istri dahulu di kota, orangtua Istri sering berpindah kontrakan. Sebut saja di Tengah Kota, yang juga telah banyak berubah.
Saban ada kesempatan balik kota, Istri selalu terpukau dengan laju pembangunan. Sekarang di Tengah Kota apartemen berhamburan, mall berserakan. Pertanyaan Istri selalu sama, “(Bangunan) ini sebelumnya apa ya?”
Kecuali tempat yang memang ada kenangan, atau pernah terjadwal dikunjunginya (misalnya tempat sewa komik kesukaan dalam gang kecil yang sudah berubah jadi warung sayur), maka Istri tampak tidak pernah bisa mengingat wujud sebelumnya dari sebuah bangunan baru. Hanya ada residu nuansa, jadi secercak nostalgia.
Istri tertenung menyimak pemandangan. Rasanya dulu jalan raya ini teduh, diingat-ingat dulu banyak pohonnya. Sekarang tinggal trotoarnya. Rasanya dulu lapangan ini ya lapang. Sekarang terkesan sempit, sekelilingnya jadi kosan (minimal) tiga tingkat.
Sebetulnya, yang lalu biar berlalu. Yang sebelumnya tidak perlu diingat-ingat, karena memang dunia ini berputar. Kemarin resto sate, sekarang kios gadai. Kemarin wartel, sekarang motel. Perubahan tak terelakkan.
Begitu pula pada diri. Bukankah Istri sering lupa diri? Tidak ingat prinsip sebelumnya. kadang tidak sadar berubah. Kadang terpaksa berubah, kadang dipaksa berubah. Kadang berubah untuk belajar. Kadang belajar untuk berubah. Begitulah hidup, hidup ya begitulah.
Istri menghela nafas, lihat toko keramik saja jadi kontemplasi. Memang Istri hobi banget lewah pikir. Tak seperti sebelumnya.
@30haribercerita
#30haribercerita #30hbc2310