Satu dekade lalu statusku berubah jadi istri lalu jadi ibu. Sepuluh tahun ragam palagan telah dilalui. Hidup benar berubah sekali.

Secara fisik aku kangen tubuhku sebelum hamil dan melahirkan. Secara mental? Aku harap sudah sedewasa sekarang sejak dulu.

2013, aku jadi seorang ibu yang bekerja kantoran. Tidak pernah kubayangkan jadi seperti sekarang, cita-cita mah jadi Nagita Slavina.. realita Naagini Ajadahbagus.
2014, lain cerita. Mungkin Tuhan tahu bakat sombong dan belaguku pada keluarga kalau karir kantoranku lancar jaya. Aku dapat kehamilan kedua yang rumit dan sulit. Terpaksa resign, dan mulai perjalanan jadi ibu rumah tangga purnawaktu. Langsung _nrimo_? Haha, manalaah mungkiiin ~~~ Tentu ada fase denial, yang biasanya punya gaji sendiri terus harus jadi ‘tangan di bawah’ minta suami. Yah, banyak mau, tapi gak banyak kendali gimana sih? Tapi di tahun ini juga aku mulai dapat sentilan untuk mikir jauuuh ke depan, as far as (i dunno), afterlife?? Sentilan itu ketika menyaksikan papah mertua wafat di rumah kami :’)

2015, perjuangan mental kerasa banget tahun ini. Runtuh semua pertahanan jiwa ketika dapat diagnosis autistik anak sulungku. Kacau balau cara kerja otak. Mau tidur gak bisa, takut badan diambil alih suara-suara keji. Seharian tetap aktivitas, harus nungguin terapi anak, pura-pura senyum, pura-pura kuat, padahal marah sama takdir Allah. Berharap & berbisik jahat ke anak sulung: ‘Kenapaa sih kamu gak bisa normal?’

Ya, aku melalui fase itu dan ngerasa jahat banget sekarang. Aku marah sama Tuhan (berani-beraninya), tapi di sisi lain akhirnya minta tolong cuma bisa sama Tuhan #patheticindeed. Suara-suara yang aku dengar makin menjadi-jadi, akhirnya minta maaf sama Allah. Minta Allah yang tolongin, dan Allah memang Mahabaik.

Singkat cerita di 2017 baru aku mulai nerima, “mulai” yaa, segala peran dan segala kondisi. Napak tilas ke masa lalu, ya memang jalannya dari-Nya paling baik. Sesuai kemampuanku, dan kalaupun timbul rasa tidak sanggup, kekuatannya selalu dikasih tiada terduga. Dan di tahun inilah benar tersadar, Allah tidak pernah nelantarin aku. Aku yang banyak dosa, aku yang gak peduli aturan-Nya, dan di saat aku belum sadar diri, Allah tetap jagain aku.

Nah, apalagi ke anak-anakku, mereka yang gak punya dosa, anak-anak baikku ini, Allah yang akan jaga mereka. Bahkan dari kejahatan dan keburukanku sebagai ibu, gak ada yang bisa jagain mereka kecuali Allah :’)

Terserah kamu mau ngomong apa, tapi aku gak akan berhenti percaya bahwa Allah Mahabaik. Mempercayai ini bukan berarti aku jadi super relijius, gak juga sih, malah ya tetap banyak dosa, tapiii… Udah nyadar kalo itu dosa, udah paham “Oh Allah tuh larang kayak begini” dan akhirnya berusaha tobat. Jatuh, tobat lagi, jatuh, tobat lagi. Dan bersyukur banget jika dikasih kesempatan taubat itu, dan semoga meninggal dalam kondisi taubatnya diterima.

Aku berharap punya rasa helpless yang kurasain sekarang, sejak 10 tahun yang lalu. Nyesel? Pasti. Tapi tetap bersyukur, dan akhirnya ngerti ya semua berproses, perjalanan kita udah Dia yang atur. Tinggal jalaninnya aja. Kalo boleh berpesan sama diriku 10 tahun di masa depan;
Stay helpless, ya Elwiena! Don’t trade this faith with anything ♡♡♡♡

@30haribercerita
#30haribercerita #30hbc2311

Advertisement

2 responses to “Stay Helpless”

  1. adijaya Avatar
    adijaya

    Ceritanya menginspirasi, ditunggu postingan berikutnya

    Like

    1. Elwiena M Avatar

      terima kasih ya

      Liked by 1 person

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: